Selasa, 13 Mei 2014

Artikel Hari Pendidikan Nasional


 
Sejarah Hari Pendidikan Nasional 2 Mei. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya, itulah slogan yang sering kita dengar di republik tercinta ini. Pahlawan merupakan sosok yang sangat berarti bagi perkembangan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebut saja pahlawan kemerdekaan yang telah berjuang dengan darah, air mata, jiwa, raga serta nyawa hingga kita bisa menghirup udara kemerdekaan seperti sekarang ini. Tanpa jasa mereka yang telah berjuang merebut serta mempertahankan kemerdekaan entah seperti apa negara kita saat ini.
Pahlawan tidak selalu identik dengan mengangkat senjata dan berperang meski sebagian besar penafsiran menyatakan bahwa pahlawan adalah orang yang berjasa membela negara melalui medan perang. Namun sesungguhnya siapa saja yang telah berjasa membawa bangsa ini menuju kemajuan baik dibidang sosial, budaya, teknologi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia maka patut kiranya kita beri julukan sebagai pahlawan.

Salah seorang yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia adalah Ki Hajar Dewantara. Ia lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dan diberi nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat yang berasal dari keluarga di lingkungan kraton Yogyakarta.  
Saat usianya genap 40 tahun ia berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Sejak saat itu Ki Hajar Dewantara tak lagi menggunakan gelar kebangsawanan Raden Mas di depan namanya, hal ini bertujuan agar ia bisa bebas dekat dengan kehidupan rakyat tanpa dibatasi oleh ningrat dan darah biru kehidupan keraton.
Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda), kemudian melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) namun karena sakit ia tidak sampai tamat. Ia kemudian menjadi wartawan di beberapa surat kabar diantaranya Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia,  Kaoem Moeda,  Tjahaja Timoer dan  Poesara.  Tulisan-tulisan Ki Hadjar Dewantara pada surat kabar tersebut sangat komunikatif dan tajam sehingga mampu membangkitkan semangat patriotik dan antikolonial bagi rakyat Indonesia saat itu.
Di usia yang masih terbilang muda disamping kesibukannya sebagai seorang wartawan Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Ia aktif melakukan propaganda pada organisasi Boedi Oetomo tahun 1908 untuk mensosialisasikan serta menggugah betapa pentingnya persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara kepada masyarakat Indonesia. Pada 25 Desember 1912 bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Karya-karya Ki Hajar Dewantara yang menjadi landasan dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia diantara adalah kalimat-kalimat filosofis seperti "Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri hadayani" yang artinya "Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan" menjadi slogan pendidikan yang digunakan hingga saat ini.

Ki Hajar Dewantara pernah menulis kritikan terhadap perayaan seratus tahun bebasnya Negeri Belanda dari penjajahan Perancis dibulan November 1913 dimana biaya perayaan tersebut ditarik dari uang rakyat Indonesia dan dirayakan ditengah-tengah penderitaan rakyat yang masih dijajah. Akibat kritikan tersebut ia dibuang ke Pulau Bangka oleh Gubernur Jendral Idenburg tanpa melalui proses pengadilan. Namun dua orang sahabatnya yaitu Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo membelanya melalui tulisan sehingga hukuman tersebut diganti menjadi dibuang ke negeri Belanda. 

Sekembalinya dari Belanda pada 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan sebuah perguruan bercorak nasional yang bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Dari sinilah lahir konsep pendidikan nasional hingga Indonesia merdeka. 

Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Pengajaran Indonesia dalam  kabinet pertama Republik Indonesia. Ia juga mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957.  

Atas jasanya dalam merintis pendidikan umum di Indonesia, Ki Hajar Dewantara dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959 tertanggal 28 November 1959, hari kelahiran Ki Hajar Dewantar yaitu tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa, tepatnya pada tanggal 28 April 1959  Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta. Semoga jasanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa selalu dicatat sebagai amal ibadah yang terus mengalir.

Selasa, 29 April 2014

HARI KARTINI

Raden Adjeng Kartini (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 – meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini[1] adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.

Biografi

Ayah Kartini, R.M. Sosroningrat.
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI.
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi[2], maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Kartini bersama suaminya, R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat (1903).
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Sekolah Kartini (Kartinischool), 1918.
Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Surat-surat

Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini.
Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan terjemahan oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru. Armijn membagi buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. Versi ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.

Pemikiran

Uang kertas pecahan IDR 5 cetakan tahun 1952 dengan gambar Kartini.
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.
Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..." Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup. Kartini sangat mencintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.
Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. "...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin..." Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku.
Perubahan pemikiran Kartini ini menyiratkan bahwa dia sudah lebih menanggalkan egonya dan menjadi manusia yang mengutamakan transendensi, bahwa ketika Kartini hampir mendapatkan impiannya untuk bersekolah di Betawi, dia lebih memilih berkorban untuk mengikuti prinsip patriarki yang selama ini ditentangnya, yakni menikah dengan Adipati Rembang.

Buku

  • Habis Gelap Terbitlah Terang
Sampul buku versi Armijn Pane.
Pada 1922, oleh Empat Saudara, Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pustaka. Armijn Pane, salah seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru, tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam Habis Gelap Terbitlah Terang. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.
Pada 1938, buku Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan kembali dalam format yang berbeda dengan buku-buku terjemahan dari Door Duisternis Tot Licht. Buku terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak sebelas kali. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Armijn Pane menyajikan surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Ia membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan. Pembagian tersebut ia lakukan untuk menunjukkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan pemikiran Kartini selama berkorespondensi. Pada buku versi baru tersebut, Armijn Pane juga menciutkan jumlah surat Kartini. Hanya terdapat 87 surat Kartini dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang". Penyebab tidak dimuatnya keseluruhan surat yang ada dalam buku acuan Door Duisternis Tot Licht, adalah terdapat kemiripan pada beberapa surat. Alasan lain adalah untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman. Menurut Armijn Pane, surat-surat Kartini dapat dibaca sebagai sebuah roman kehidupan perempuan. Ini pula yang menjadi salah satu penjelasan mengapa surat-surat tersebut ia bagi ke dalam lima bab pembahasan.
  • Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya
Surat-surat Kartini juga diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno. Pada mulanya Sulastin menerjemahkan Door Duisternis Tot Licht di Universitas Leiden, Belanda, saat ia melanjutkan studi di bidang sastra tahun 1972. Salah seorang dosen pembimbing di Leiden meminta Sulastin untuk menerjemahkan buku kumpulan surat Kartini tersebut. Tujuan sang dosen adalah agar Sulastin bisa menguasai bahasa Belanda dengan cukup sempurna. Kemudian, pada 1979, sebuah buku berisi terjemahan Sulastin Sutrisno versi lengkap Door Duisternis Tot Licht pun terbit.
Buku kumpulan surat versi Sulastin Sutrisno terbit dengan judul Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya. Menurut Sulastin, judul terjemahan seharusnya menurut bahasa Belanda adalah: "Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsa Jawa". Sulastin menilai, meski tertulis Jawa, yang didamba sesungguhnya oleh Kartini adalah kemajuan seluruh bangsa Indonesia.
Buku terjemahan Sulastin malah ingin menyajikan lengkap surat-surat Kartini yang ada pada Door Duisternis Tot Licht. Selain diterbitkan dalam Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya, terjemahan Sulastin Sutrisno juga dipakai dalam buku Kartini, Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan Suaminya.
  • Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904
Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini adalah Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904. Penerjemahnya adalah Joost Coté. Ia tidak hanya menerjemahkan surat-surat yang ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Joost Coté juga menerjemahkan seluruh surat asli Kartini pada Nyonya Abendanon-Mandri hasil temuan terakhir. Pada buku terjemahan Joost Coté, bisa ditemukan surat-surat yang tergolong sensitif dan tidak ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Menurut Joost Coté, seluruh pergulatan Kartini dan penghalangan pada dirinya sudah saatnya untuk diungkap.
Buku Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 memuat 108 surat-surat Kartini kepada Nyonya Rosa Manuela Abendanon-Mandri dan suaminya JH Abendanon. Termasuk di dalamnya: 46 surat yang dibuat Rukmini, Kardinah, Kartinah, dan Soematrie.
  • Panggil Aku Kartini Saja
Sampul Panggil Aku Kartini Saja, dikompilasi oleh Pramoedya Ananta Toer.
Selain berupa kumpulan surat, bacaan yang lebih memusatkan pada pemikiran Kartini juga diterbitkan. Salah satunya adalah Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer. Buku Panggil Aku Kartini Saja terlihat merupakan hasil dari pengumpulan data dari berbagai sumber oleh Pramoedya.
  • Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya
Akhir tahun 1987, Sulastin Sutrisno memberi gambaran baru tentang Kartini lewat buku Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya. Gambaran sebelumnya lebih banyak dibentuk dari kumpulan surat yang ditulis untuk Abendanon, diterbitkan dalam Door Duisternis Tot Licht.
Kartini dihadirkan sebagai pejuang emansipasi yang sangat maju dalam cara berpikir dibanding perempuan-perempuan Jawa pada masanya. Dalam surat tanggal 27 Oktober 1902, dikutip bahwa Kartini menulis pada Nyonya Abendanon bahwa dia telah memulai pantangan makan daging, bahkan sejak beberapa tahun sebelum surat tersebut, yang menunjukkan bahwa Kartini adalah seorang vegetarian.[3] Dalam kumpulan itu, surat-surat Kartini selalu dipotong bagian awal dan akhir. Padahal, bagian itu menunjukkan kemesraan Kartini kepada Abendanon. Banyak hal lain yang dimunculkan kembali oleh Sulastin Sutrisno.
  • Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903
Sebuah buku kumpulan surat kepada Stella Zeehandelaar periode 1899-1903 diterbitkan untuk memperingati 100 tahun wafatnya. Isinya memperlihatkan wajah lain Kartini. Koleksi surat Kartini itu dikumpulkan Dr Joost Coté, diterjemahkan dengan judul Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903.
"Aku Mau ..." adalah moto Kartini. Sepenggal ungkapan itu mewakili sosok yang selama ini tak pernah dilihat dan dijadikan bahan perbincangan. Kartini berbicara tentang banyak hal: sosial, budaya, agama, bahkan korupsi.

Kontroversi

Peringatan Hari Kartini pada tahun 1953.
Ada kalangan yang meragukan kebenaran surat-surat Kartini. Ada dugaan J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan saat itu, merekayasa surat-surat Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda, dan Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya. Menurut almarhumah Sulastin Sutrisno, jejak keturunan J.H. Abendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda.
Penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar juga agak diperdebatkan. Pihak yang tidak begitu menyetujui, mengusulkan agar tidak hanya merayakan Hari Kartini saja, namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya, karena masih ada pahlawan wanita lain yang tidak kalah hebat dengan Kartini seperti Cut Nyak Dhien, Martha Christina Tiahahu,Dewi Sartika dan lain-lain.Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Sikapnya yang pro terhadap poligami juga bertentangan dengan pandangan kaum feminis tentang arti emansipasi wanita. Dan berbagai alasan lainnya. Pihak yang pro mengatakan bahwa Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja, melainkan adalah tokoh nasional; artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah melingkupi perjuangan nasional.

Peringatan

Hari Kartini

Makam R.A. Kartini di Bulu, Rembang.
Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.

Nama jalan di Belanda

Kamis, 06 Februari 2014

Artikel



Kebersihan Lingkungan Sekolah

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Seringkali kita mendengar slogan-slogan di berbagai tempat terutama di sekoloah, yang isinya mengajak kita untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Akan tetapi slogan tadi tidak kita pedulikan, slogan tadi fungsinya hanya seperti hiasan belaka tanpa ada isinya, padahal isi dari sebuah slogan sangat penting bagi kita. Banyak slogan yang mengajak kita untuk menjaga kebersihan, tapi apa kenyataannya? Siswa masih membuang sampah sembarangan, selain ini siswa juga merobek-robek kertas dalam kelas dan bila memakan jajan di tempat A bungkusnya dibuangnya juga di tempat A, padahal di tempat-tempat tersebut telah disediakan tempat sampah.

Tentu kita tidak mau sekolah kita menjadi kotor, kumuh dan penuh dengan sampah. Disamping itu sampah yang kita buang sembarangan tadi juga dapat mencemari lingkungan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas dan juga dapat menyebabkan suasana belajar kita tidak nyaman.

B.  Tujuan Pembahasan
Pada topik kali ini, kami  ingin membangun peran penting dalam menciptakan lingkungan sehat. Karena, bila lingkungan sehat maka semua mahkluk hidup yang ada disekeliling kita akan dapat  bernafas dengan baik. Terutama kita sebagai siswa dapat menerima  materi pembelajaran dengan baik. Karena bila  ruangan kelas bersih, pastilah  udara akan sejuk. Dan oleh karena itu otak dapat menjalankan fungsi dan kegunaannya dengan sempurna.

Otak dapat bekerja dengan cepat. Jika lingkungan sehat dan bersih, otak dapat bekerja melebihi dari benda cepat apapun yang pernah ada. Karena otak memiliki berjuta – juta rangsangan yang meliputi dan melindungi otak agar otak dapat bekerja dengan maksimal.

Setidaknya, dengan menjaga kebersihan, kita juga telah melestarikan dan menjaga maupun menghargai bakat kita dalam Iptek. Karena orang sukses pasti berasal dari lingkungan yang sehat dan bersih. Sehingga ia dapat berfokus pada pembelajaran yang ia terima.

BAB II
PEMBAHASAN
 
Ada beberapa permasalahan penting yang harus kita bahas dalam  makalah ini, diantaranya adalah :
1)   Kebersihan lingkungan mendorong  semangat belajar siswa
Dalam setiap aspek dan perilaku siswa tentunya tampak dari kebiasaan nya setiap hari. Demikianlah dengan lingkungan  kelas bahkan lingkungan sekolah sekalipun. Bila lingkungan sekolah maupun lingkungan kelas termasuk ruangan kelas  bersih dan ditata sebaik – baiknya, maka motivasi belajar yang timbulpun akan mengajak  sahabat – sahabat untuk semangat dalam mengikuti pembelajaran.
2)   Kebersihan lingkungan menjadi keunggulan sekolah
Kita tahu, bahwa  kebersihan lingkungan sekolah juga  berdampak dan berpengaruh besar bagi siswa terlebih lagi bagi sekolah itu sendiri. Karena semua orang pasti menyelidiki situasi maupun keadaan sekolah sebelum menjadi siswa disekolah tersebut. Jadi, untuk menjaga nama baik sekolah, setiap penggerak – penggeraknya harus menjaga kebersihan dan kenyamanan di sekolah serta keamanan disekolah. Terlebih dahulu bagi para siswa / siswi di SMP Negeri 1 Dolok Panribuan.
3)   Perilaku sebagai cermin sekolah
Dalam setiap aspek, perilaku   suatu individu mempengaruhi karakter masa depannya.  Dengan demikian,  sekolah dinilai oleh masyarakat setempat dengan melihat berbagai macam karakteristik seseorang siswa maupun sekelompok orang siswa di SMP Negeri 1 Dolok Panribuan. Inilah yang disebut dengan cermin kepribadian. Yaitu memperlihatkan karakteristik seorang siswa di SMP Negeri 1 Dolok Panribuan.
4)   Kebersihan dapat memperlancar otak manusia
Perlu kita tahu bahwa lingkungan bersih atau tidaknya berdampak besar bagi  otak manusia. Karena oksigen berupa O2 yang dihirup melalui paru – paru sebagian besar  berfungsi untuk memperlancar peredaran darah melalui saraf otak manusia. Hal inilah yang selalu dikhawatirkan oleh manusia. Sehingga mereka dapat menjaga kebersihan lingkungan disekitarya.
5)   Penanaman pohon baik  untuk lingkungan
Penanaman pohon kembali atau yang paling identik dengan  penghijauan dapat mempengaruhi besarnya jumlah oksigen yang dapat dihirup oleh manusia. Bila dilingkungan sekolah ditanami pohon – pohon rindang, maka di tempat itu pasti banyak terdapat oksigen yang bersih dan segar. Dan pohon – pohonan juga dapat mengurangi polusi dan sinar matahari secara langsung.

*  Teori-teori Belajar
Menurut Sukmadinata (2004 : 167) Teori- teori belajar bersumber dari teori atau aliran – aliran psikologi. Secara garis besar dikenal ada tiga rumpun besar psikologi yaitu : teori disiplin mental, behaviorisme, dan kognitif- gestalt - field.
1. Teori disiplin mental
Menurut rumpun psikologi ini individu memiliki kekuatan kemampuan, atau potensi-potensi tertentu. Belajar adalah pengembangan dari kekuatan-kekuatan kemampuan dan potensi-potensi tersebut. Bagaimana proses pengembangan kekuatan-kekuatan tersebut tiap aliran atau teori mengemukakan pandangan yang berbeda.
2. Teori behaviorisme
Rumpun teori ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Teori- teori dalam rumpun ini bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri atas unsur- unsur seperti halnya molekul- molekul.
3. Teori cognitif- gestalt- field
Rumpun ketiga adalah kognitif-gestalt–field. Kalau rumpun behaviorisme bersifat molekular (menekankan unsur- unsur), maka rumpun ini bersifat molar atau bersifat keseluruhan dan keterpaduan. Teori kognitif, dikembangkan oleh para ahli psikologi kognitif, teori ini berbeda dengan behaviorisme, bahwa yang utama pada kehidupan manusia adalah mengetahui (knowing) dan bukan respons.
Namun untuk memulai semua itu perlulah kita ketahui terlebih dahulu bagaimana prinsip pengelolaan sistem, dimana terdapat perbedaan pendekatan paradigma top-down dan paradigma bottom-up dalam berbagai lapisan. Diantaranya pada sistem pendidikan pendekatan paradigma top-down berupa menentukan ketentuan untuk membudayakan peserta didik sedangkan paradigma bottom-up menjamin aturan pokok dan tersedianya sumber daya.
Pada sistem pengelolaan menurut paradigma top-down harus mampu menunjukkan petunjuk operasional sedangkan paradigma bottom-up hanya menyediakan informasi yang ada dan mengatur sumber daya yang diperlukan tanpa perlu menunjukan petunjuk operasionalnya. Pada paradigma top-down sistem belajar pembelajaran harus mampu melaksanakan petunjuk dan mengawasi agar segala sesuatunya sesuai dengan petunjuk yang ada. Namun menurut paradigma bottom-up sistem belajar pembelajaran harus bisa merancang terlebih dahulu pedoman yang akan dilaksanakan dan mengelola sumber belajar agar dapat menarik minat siswa sehingga pengalaman belajar siswa yaitu mampu memecahkan masalah belajar. Berbeda dengan paradigma top-down dimana pengalaman belajar siswa hanya merespon pelajaran.
Setelah memahami mengenai paradigma top-down dan bottom-up maka seorang guru dalam menggunakan media pendidikan yang efektif, harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan/ pengajaran. Pengetahuan tersebut menurut Oemar Hamalik (1985: 16), dalam Asnawir & Usman (2002: 18):
  • Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar,
  • Media berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
  • Penggunaan media dalam proses belajar mengajar,
  • Hubungan antara metode mengajar dengan metode pendidikan,
  • Nilai dan manfaat media pendidikan,
  • Memilih dan menggunakan media pendidikan,
  • Mengetahui berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan,
  • Mengetahui penggunaan media pendidikan dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan,
  • Melakukan usaha-usaha inovasi dalam media pendidikan. Karena itu media pendidikan sangat penting sekali untuk menungjang pencapaian tujuan dari pendidikian itu sendiri.
Lingkungan adalah sesuatu gejala alam yang ada disekitar kita, dimana terdapat interaksi antara faktor biotik (hidup) dan faktor abiotik (tak hidup). Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi itu dapat terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laku.Oemar Hamalik (2004 : 194) dalam teorinya “Kembali ke Alam” menunjukan betapa pentingnya pengaruh alam terhadap perkembangan peserta didik. 

Menurut Oemar Hamalik (2004: 195) Lingkungan (environment) sebagai dasar pengajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting. Lingkungan yang berada disekitar kita dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Lingkungan meliputi: Masyarakat disekeliling sekolah; Lingkungan fisik disekitar sekolah, Bahan-bahan yang tersisa atau tidak dipakai dan bahan-bahan bekas dan bila diolah dapat dimanfaatkan sebagai sumber atau alat bantu dalam belajar; dan Peristiwa alam dan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

Jadi media pembelajaran lingkungan adalah pemahaman terhadap gejala atau tingkah laku tertentu dari objek atau pengamatan ilimiah terhadap sesuatu yang ada di sekitar sebagai bahan pengajaran siswa sebelum dan sesudah menerima materi dari sekolah dengan membawa pengalaman dan penemuan dengan apa yang mereka temui di lingkungan mereka. Dengan adanya pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran ini guru berharap siswa akan lebih akrab dengan lingkungan sehingga menumbuhkan rasa cinta akan lingkungan sekitarnya. Langkah awal yang dapat dilakukan (Asnawir & Usman, 2002: 109):
  • Menanami halaman sekolah dengan tumbuh-tumbuhan dan bunga-bunga;
  • Membawa tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan kedalam kelas;
  • Mengusahakan mengoleksi rumput-rumputan dan daun-daunan (herbarium), serangga (insektarium), ikan dan binatang air (aquarium);
 4. Menggunakan batu-batuan dan kerang-kerangan, semua ini dapat dijadikan sebagai sumber pelajaran.
Pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran ini lebih bermakna disebabkan para siswa dihadapkan langsung dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya secara alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, dan kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan. Banyak keuntungan yang diperoleh dari kegiatan mempelajari lingkungan dalam proses belajar mengajar ( Sudjana & Rivai, 2002: 208):
  • Kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan siswa duduk di kelas berjam-jam, sehingga motivasi belajar siswa akan lebih tinggi,
  • Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan langsung dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami,
  • Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual sehingga kebenarannya lebih akurat,
  • Kegiatan belajar lebih komprehensif dan lebih aktif sebab dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta,
  • Sumber belajar menjadi lebih kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa beraneka ragam seperti lingkungan social, lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lain-lain, dan Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada dilingkungannya, sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan kehidupan di sekitarnya, serta dapat memupuk rasa cinta akan lingkungan.
  •  
  • Selain itu untuk memanfaatkan lingkungan sekitar harus memenuhi beberapa syarat tertentu diantaranya :
  • Harus sesuai dengan garis-garis besar program pengajaran,
  • Dapat menarik perhatian siswa,
  • Hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat,
  • Dapat mengembangkan keterampilan anak berinteraksi dengan lingkungan,
  • Berhubungan erat dengan lingkungan siswa, dan
  • Dapat mengembangkan pengalaman dan pengetahuan siswa.
Pada dasarnya pelaporan kegiatan hasil belajar merupakan kegiatan mengkomunikasikan dan menjelaskan hasil penilaian seorang guru terhadap perkembangan siswa. Kemudian informasi mengenai hasil penilaian proses dan hasil belajar serta hasil mengajar yaitu berupa penguasaan indikator yang telah ditetapkan, oleh peserta didik informasi hasil penilaian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memotivasi peserta didik dalam pencapaian pembelajaran, agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Bentuk laporan hasil penilaian proses dan hasil belajar meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor Haryati (2007 :115)

Menurut Sudjana (2002 : 45) dalam proses belajar-mengajar, tipe hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai siswa penting diketahui oleh guru, agar guru dapat merancang atau mendesain pengajaran secara tepat dan penuh arti. Setiap proses belajar-mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa, disamping diukur dari segi prosesnya. Artinya, seberapa jauh tipe hasil belajar yang dimiliki siswa. Tipe hasil belajar harus nampak dalam tujuan itulah yang akan dicapai oleh proses belajar-mengajar.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Lingkungan merupakan salah satu tempat atau wahana untuk digunakan sebagai media pembelajaran dalam proses belajar mengajar, karena dapat menumbuhkan minat dan merangsang mereka untuk berbuat dan membuktikannya. Hal ini sangat baik dan cocok dilakukan dalam mata pelajaran biologi, karena pemahaman para siswa tentang biologi adalah ilmu hafalan dan tidak bermanfaat bagi kehidupan dan juga akibat dari pengalaman belajar yang bersifat verbalistis dan tidak pernah diajak belajar keluar kelas sedangkan dalam ilmu biologi harus sesuai dengan apa yang ada dalam alam ini karena, biologi didalam Sekolah Menengah Atas merupakan Mata pelajaran sains dimana siswanya dituntut untuk dapat memahami konsep biologi dan mengembangkan daya nalar untuk memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari.

B.SARAN
Agar penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar berhasil dengan baik, perlu dilakukan langkah-langkah: perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Dalam langkah- langkah tersebut, guru dan siswa terlibat aktif sehingga kegiatan pemanfaatan lingkungan tersebut menjadi tanggung jawab bersama.